Anindya Bakrie Larang Pemerintah Lakukan Ini untuk Selamatkan Sritex

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Anindya Bakrie dalam acara REPNAS National Conference & Awarding Night Energi Mandiri - Ekonomi Berdikari di Menara Bank Mega, Jakarta, Senin (14/10/2024). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Presiden Prabowo Subianto sudah memberikan perintah kepada jajarannya agar menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex. Beberapa instrumen Kementerian/Lembaga pun sudah bergerak.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie pun percaya pemerintah akan mengambil langkah bijak berdasarkan undang-undang yang berlaku. Dia meminta pemerintah jangan melakukan intervensi langsung yang menimbulkan kegaduhan dan memicu reaksi negatif bagi para pelaku industri lainnya.

“Intervensi langsung bisa menimbulkan kegaduhan di dunia usaha dan menjadi moral hazard yang memicu reaksi negatif bagi pelaku industri yang lain,” ujar Anindya Bakrie dalam keterangannya, Senin (4/11/2024).

Penyelamatan Sritex bisa menjadi pintu masuk untuk mengurai benang kusut industri manufaktur nasional, termasuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT), agar persoalan serupa tidak terulang.

“Ini momentum untuk memperbaiki tata kelola industri dan perdagangan nasional. Tujuan besarnya untuk melindungi dan menjaga stabilitas perekonomian nasional agar pertumbuhan ekonomi benar-benar untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia,” tuturnya.

Mengurai Benang Kusut industri TPT, banyak pihak terkait yang perlu disinergikan dalam penyelamatan industri tekstil nasional. Masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi masing-masing yang spesifik dan strategis.

Kemenko Perekonomian berperan dalam fungsi koordinatif lintas kementerian ekonomi, Kementerian Perdagangan dalam hal regulasi perdagangan produk impor maupun percepatan perjanjian dagang internasional. Kementerian Perindustrian dalam hal regulasi perindustrian, izin industri asing di dalam negeri dan peraturan teknis.

Sedangkan Kementerian Keuangan (terutama Ditjen Bea dan Cukai) berperan dalam penerapan BM dan PPN untuk perlindungan produk dalam negeri di pasar lokal. Selanjutnya Kementerian Tenaga Kerja berperan dalam hubungan industrial antara pekerja dan pelaku usaha.

“Ada pula Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Standardisasi Nasional (BSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan lembaga lainnya yang berperan dalam sertifikasi produk. Lalu ada asosiasi sektor industri yang berperan dalam menjembatani pemerintah dan pelaku industri,” bebernya.

Sejumlah isu turunan yang harus diantisipasi terkait penataan karut-marut industri manufaktur dalam negeri di antaranya isu perpajakan, termasuk BM, PPN, pajak ekspor (PE), ketenagakerjaan dan lainnya. Lainnya adalah isu keberpihakan kepada UMKM lokal, termasuk soal permodalan dan regulasi, isu digitalisasi, termasuk e-commerce dan gempuran produk asing yang merusak rantai pasok.

“Selanjutnya isu over produksi dan barang impor China yang dilematis dengan positioning hubungan luar negeri Indonesia-China,” tutur Anindya.

Lebih lanjut ada tiga prinsip yang mesti dipegang. Pertama, harus mengedepankan kepentingan rakyat dengan mengindahkan hukum yang berlaku. Kedua, diperlukan pembenahan regulasi-regulasi yang menghambat industri TPT seiring dengan dinamika global sehingga sektor TPT tetap dapat memberikan dampak positif dalam perekonomian nasional.

Ketiga, stakeholders (pemangku kepentingan) di industri dan perdagangan TPT: baik Pemerintah, Pengusaha dan Pekerja, memiliki semangat kebersamaan dalam menggiatkan kembali industri tekstil dan garmen nasional ini.

“Tiga middle ground atau jalan tengah ini harus menjadi landasan semua pihak untuk mengambil solusi yang terbaik,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*