
Pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan menarik utang baru senilai Rp 775,86 triliun, sebagaimana tertuang dalam RAPBN 2025. Di sisi lain, ia akan menerapkan strategi refinancing untuk membayar utang jatuh tempo tahun depan yang mencapai Rp 800 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, mengatakan khusus untuk kebijakan refinancing atau rollover terhadap utang jatuh tempo itu akan bisa dilakukan karena stabilitas perekonomian Indonesia yang terus terjaga lima tahun terakhir.
Membuat investor percaya diri untuk refinancing atau reinvestasi utang-utang yang jatuh tempo, termasuk dalam bentuk surat berharga negara (SBN) yang porsinya mayoritas. Suminto pun menekankan, utang jatuh tempo yang senilai Rp 800 triliun itu bukanlah utang yang tak bisa dibayar pemerintah.
“Dan tentu dengan confidence yang dapat kita build, investor akan refinance, akan reinvestasi, akan investasi kepada kita termasuk dari sisi portfolio atas SBN yang jatuh tempo dan kiranya nominal itu bukan suatu yang membuat kita seolah-olah itu nominal yang sedemikian besar,” kata Suminto dalam program Special Report CNBC Indonesia, Selasa (20/8/2024)
Mengutip data profil jatuh tempo utang yang tercatat oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), utang jatuh tempo pada 2024 masih sebesar Rp 434,29 triliun, terdiri dari yang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) Rp 371,8 triliun, dan pinjaman Rp 62,49 triliun.
Sedangkan, pada 2025 melonjak menjadi Rp 800,33 triliun, terdiri dari SBN Rp 705,5 triliun dan pinjaman Rp 94,83 triliun. Pada 2026 naik menjadi Rp 803,19 triliun, terbagi menjadi SBN Rp 703 triliun dan pinjaman Rp 100,19 triliun, serta pada 2027 menjadi Rp 802,61 triliun, terdiri dari SBN Rp 695,5 triliun dan pinjaman Rp 107,11 triliun.
Pada 2028, utang jatuh tempo menjadi hanya sebesar Rp 719,81 triliun yang terdiri dari SBN Rp 615,2 triliun dan pinjaman Rp 104,61 triliun, dan pada 2029 kembali turun menjadi Rp 622,3 triliun, terdiri dari utang jatuh tempo dalam bentuk SBN sebesar Rp 526,1 triliun dan pinjaman sebesar Rp 96,2 triliun.
“Jadi kalau yang refinancing dari SBN yang jatuh tempo, seperti yang saya sampaikan tadi, yang penting adalah kita giving concern memberikan confidence kepada market, kepada investors, bahwa kita betul-betul dapat menjaga perekonomian kita,” tegasnya.
Sementara itu, terkait penarikan utang atau pembiayaan utang dalam RAPBN 2025 sebesar Rp 775,86 triliun, total yang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) secara neto Rp 642,56 triliun, sementara itu yang berasal dari pinjaman secara neto sebesar Rp 133,30 triliun.